9/30/2007

Sahabat Sejati

Tidak sedikit orang yang telah kita kenal, tidak sedikit pula yang telah menjalin hubungan dengan kita, tetapi sedikit dari mereka yang kita jadikan sebagai teman, dan lebih sedikit lagi yang menjadi teman sejati, tulus dan setia. Teman yang sejati adalah sandaran dan penopang setia -setelah kasih sayang dan pertolongan Allah swt.- dalam menghadapi kesusahan hidup, menyingkap tabir derita dan kesedihan, serta dalam menggapai cita-cita dan harapan. Rasulullah saw. bersabda, “Manusia bagaikan kawanan unta yang berjumlah seratus, namun hampir tidak ada yang layak menjadi tunggangan musafir.” HR Bukhari
Demikianlah seorang sahabat yang sejati, sungguh teramat sulit bagi kita untuk menjumpainya, meski dari seratus orang yang telah kita kenal.
Sahabat sejati adalah tumpuan kita untuk berbagi cerita dan problem-problem pribadi tanpa risih. Ia tidak mungkin gembira atas bencana yang melanda kita. Sebaliknya, ia sangat empati atas apa yang terjadi. Problem yang sedang kita hadapi menurutnya adalah problem dirinya juga. Sahabat sejati adalah sosok yang selalu mempersembahkan kejutan dengan melakukan tindakan demi kita tanpa diketahui oleh kita dan orang lain.
Sahabat-sahabat adalah investor-investor ketenteraman, keamanan, dan support setia bagi kita. Inilah yang menjadi modal utama dalam mewujudkan kehidupan yang bahagia. Para sahabat adalah tameng kita dari krisis dan kekisruhan perasaan yang mungkin menerpa kita. Bahkan tidak dapat disangkal, bahwa sekian banyak kekisruhan hati dan perasaan yang dihadapi seseorang disebabkan oleh minimnya dukungan dan sokongan persaudaraan dari orang-orang sekitar.
Jika kita menemukan seorang sahabat sejati, maka jagalah ia sepenuh hati. Jangan cemari tali persahabatan dengannya hanya karena hal yang sepele. Hargai setinggi-tingginya segala kebaikan dan ketulusan yang pernah dipersembahkannya untuk kita, agar ia merasakan bahwa pengorbanan yang dilakukannya untuk kita tidak sia-sia. Rasulullah saw. bersabda, “Jika seseorang mencintai saudaranya karena Allah, maka beritakan hal itu kepadanya, karena yang demikian akan membuat kasih sayang semakin lestari dan kecintaan semakin kokoh.” HR Abu Daud
Seorang bijak berkata, seorang tetangga berkata kepadaku, sahabat di kala susah, itu yang aku mau. Jika aku dalam kesulitan, aku akan datang kepadamu. Dan, jika kamu juga membutuhkanku, aku tepati diriku sebagai teman yang tulus untukmu. Setelah berpikir sejenak, aku genggam tangannya dan kukatakan kepadanya, Wahai sahabat, teman yang sejati adalah sandaran hati setiap saat jika diperlukan, bukan terbatas pada saat-saat susah semata.
Barangkali ada di antara kita yang tidak pernah mengecap kebahagiaan melalui tali persahabatan. Hal itu karena rasa saling percaya antara sesama sudah mulai usang. Sifat buruk sangka terhadap orang lain mengakibatkan kita sulit menaruh kepercayaan buat orang lain, sebaliknya orang lain juga sulit memercayai kita disebabkan perangai kita yang tidak terpuji. Atau mungkin, pertimbangan manfaat telah mendasari persahabatan kita kepada orang lain, hingga kita tidak dapat mengecap madu persahabatan. Kita anggap persahabatan bagaikan sapi perahan yang selalu dimanfaatkan. Maka, orang-orang seperti ini justru akan menuai keterasingan penuh sepi meski mereka berada di tengah-tengah keluarga dan kerabat.

BACA SELENGKAPNYA!

Kearifan dalam Mengarungi Kehidupan

Roda kehidupan tidak selamanya indah, menyenangkan dan berjalan sesuai keinginan. Situasi-situasi getir, sedih dan tidak terbayangkan pasti mewarnai kehidupan. Di sinilah letak sebuah ujian bagi kita dalam menjalani kehidupan yang penuh romantika ini. Dengan memahami hakikat kehidupan seperti ini, kita akan menyadari bahwa posisi kita terhadap kebahagiaan dan ketenteraman bukanlah seperti seseorang yang sedang berbaring di bawah pohon menanti buah-buahnya yang lezat berjatuhan ke mulutnya. Kemiskinan, problem kesehatan, konflik keluarga, persaingan dalam bekerja, dan seterusnya adalah kegelisahan-kegelisahan hidup yang mungkin saja terjadi. Kita harus sadar, bahwa bahagia bukanlah hadiah yang diberikan dengan cuma-cuma buat kita tanpa rintangan. Bahagia adalah sesuatu yang mesti kita gapai dengan usaha dan penuh perjuangan.Dalam menghadapi romantika kehidupan ini, kita dituntut untuk bekerja keras, dan berusaha secara tekun demi mewujudkan suka cita dalam kehidupan. Tetapi, dalam waktu yang sama kita juga dituntut untuk mampu menerima duka deritanya.
Kearifan merupakan modal utama kita dalam bersikap dan bertindak. Kapan kita harus bersikap keras tanpa toleransi dan kapan sikap kita harus lunak dan penuh penerimaan. Ketika kita harus berhadapan dengan realitas yang tidak bisa ditolerir, maka kita dituntut bersikap keras bahkan bila perlu, penuh perlawanan. Sebaliknya, ketika kita dihadapkan pada realitas yang tidak berguna jika diperpanjang, maka kita dituntut untuk bersikap legowo.

BACA SELENGKAPNYA!

Ikat Hati Dengan Iman

Setiap peristiwa memiliki bayang-bayang yang melatarinya. Bayang-bayang tersebut kita goreskan sesuai pemahaman kita tentang kehidupan itu sendiri.
Kebanyakan peristiwa, mengandung beberapa penafsiran yang berbeda-beda, bahkan saling kontradiktif. Maka, seyogyanya kita memberikan tafsir yang berlandaskan akidah, prinsip-prinsip, dan norma-norma yang kita yakini, serta tafsir yang dapat meringankan kesulitan-kesulitan hidup dan menenteramkan jiwa.
Mati adalah suatu peristiwa yang tidak dapat dipungkiri. Banyak orang –bahkan mereka yang menderita- memandang kematian adalah akhir dari kehidupan yang dicintai dan menyenangkan. Mereka memandang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi setelah kematian merupakan sesuatu yang menakutkan. Tetapi bagi kita, kematian justru merupakan pintu kenikmatan-kenikmatan yang sangat besar. Sedangkan kehidupan yang sekarang kita jalani justru menjadi penghalang antara kita dan kenikmatan akhirat. Mari kita simak petuah yang pernah disampaikan oleh Abu Bakar As-Shiddiq, “Jangan kamu iri hati kepada orang-orang yang masih hidup, kecuali atas sesuatu yang kamu merasa iri meski mereka sudah mati.”Maksud petuah ini adalah jika Anda iri terhadap seseorang, bayangkan, apakah orang itu masih layak Anda iri setelah dia meninggal dunia? Jika masih layak, maka tidak mengapa Anda iri kepadanya selagi hidupnya. Tetapi, jika orang itu meninggal dunia, sementara tidak ada yang patut Anda iri darinya, maka jangan Anda iri atas hidupnya. Abu Bakar ra. melandaskan petuah ini pada keyakinan yang kuat, bahwasanya dunia dan segala kenikmatan, kesenangan, dan kegembiraannya hanyalah sementara dan pasti akan berakhir. Andai semua orang berpikir seperti ini, tentu tidak ada orang yang iri terhadap orang lain dalam perkara dunia. Tetapi, sungguh sulit dan amat sulit!
Seorang laki-laki yang berusia delapan puluh tahun menulis surat kepada seorang laki-laki yang berusia enam puluh tahun. Setelah ucapan selamat atas umur dan kesehatan, ia berkata, “Kamu sekarang bersiap-siap menapaki hidup pasca enam puluh tahun. Banyak pelajaran dan pengalaman telah kamu dapatkan, yang mampu menuntun hidupmu dan membantu orang lain. Wahai sahabat, saat ini kamu akan mengerti sebagaimana diriku juga telah mengerti bahwasanya fase terpenting dari kehidupan adalah rentang waktu antara enam puluh sampai delapan puluh tahun. Jangan pernah terlintas dipikiranmu, kamu telah mendekati akhir. Ketahuilah, dirimu sekarang justru sedang menapaki permulaan yang baru. Jika ini kamu camkan dalam dirimu, niscaya sikapmu akan berubah secara total. Kamu juga akan menjemput masa depan yang lebih cemerlang.”
Kemudian laki-laki itu menegaskan, “Setiap orang diperkenankan untuk menjalani kehidupan dengan segala kenikmatannya, namun dalam waktu yang sama ia juga harus siap menghadapi segala kesulitannya. Terlepas dari itu semua, kamu harus menyadari, kehidupan adalah pijakan untuk menggapai hal-hal yang lebih mulia dan lebih indah di akhirat kelak.”
Inilah wujud dari sebuah pikiran cemerlang dan kemampuan mengarahkan pengetahuan yang akan menggandakan kekuatan serta ketenteraman hidup kita.

BACA SELENGKAPNYA!

9/23/2007

Naungi Dirimu dengan Iman

Para salafus-saleh (ulama-ulama terdahulu) memandang ayat-ayat dan hadits-hadits tentang keberadaan Allah swt. yang Maha Dekat lagi Maha Mengetahui perkara-perkara hamba-Nya, agar menjadi pijakan setiap muslim dalam bekerja dan menjadi penangkal dari dosa dan perbuatan hina. Mereka meyakini, bahwa iman yang benar dan sejati merupakan sumber kebahagiaan, ketenteraman, kekuatan, dan cambuk melawan kesulitan hidup. Dan hal ini dapat kita saksikan dari kisah-kisah perjalanan hidup tokoh-tokoh Islam dulu dan sekarang.Salah seorang dari mereka meriwayatkan, suatu ketika aku menemui Muhammad bin Nadhir Al-Haritsi, raut mukanya berubah seakan menyiratkan tanda-tanda gelisah. Kemudian aku berkata, “Sepertinya Anda tidak ingin dikunjungi?” Ia menjawab, “Iya”. Aku bertanya lagi, “Apakah kamu tidak merasa sepi dan takut” Ia menjawab, “Bagaimana aku takut, padahal Allah berfirman dalam hadits qudsi, ‘Aku bersama orang yang mengingat-Ku’”.
Hubaib Abu Muhammad sedang berkhalwat (menyendiri) di rumahnya, kemudian ia berkata, “Siapa yang tidak merasa gembira dengan-Mu, maka ia akan jauh dari kegembiraan itu. Dan siapa yang tidak bahagia bersama-Mu, maka ia akan jauh dari kebahagiaan itu”. Ma’ruf, seorang ‘abid (ahli ibadah) berkata kepada seseorang: “Bertawakkallah kepada Allah sehingga Dia menjadi teman penyejuk hatimu, menjadi tempat kamu mengadu serta mengabulkan segala permintaanmu”.
Kelezatan bermunajat dalam kebersamaan Allah adalah kunci spiritual yang mesti kita tumbuhkan dalam rangka menghadapi gelombang hedonisme yang semakin tumbuh mekar di tengah-tengah masyarakat modern saat ini. Orang yang mengejar kepuasan dunia bagaikan meminum air laut, semakin ia minum semakin bertambah hausnya.

BACA SELENGKAPNYA!

Mempersempit Ruang Kesombongan

Sombong lebih dekat dengan ‘ujub (merasa bangga diri). kesombongan adalah nafsu yang diperturutkan tanpa koreksi dan upaya untuk membedakan yang benar dan salah, baik dan buruk.
Allah swt. mencap setan sebagai orang yang sombong dan teperdaya. Manusia yang memiliki sifat sombong ini berarti telah mengikuti jejak langkah setan dan tunduk pada bujuk rayunya yang menipu. Ini adalah kekalahan manusia di hadapan genderang kejahatan yang dihembuskan oleh setan.
Kesombongan sangat tercela dan menjijikkan, karena ia menyakiti pelakunya dari segala penjuru. Orang yang sombong tidak mampu mengakui kesalahan perilakunya, pergaulan dan pendapatnya. Ia juga tidak mau mengakui kelemahannya, sehingga orang lain pun tidak bisa menolongnya dari kelemahan itu.
Orang yang sombong cenderung memandang sebelah mata terhadap orang lain, mudah merasa puas atas sedikit prestasi yang dicapainya, dan merasa tinggi akan kualitas pribadinya. Kesombongan memiliki hubungan erat dengan egoisme.
Kesombongan menciptakan kegelisahan pada pelakunya dan mencederai hubungan bersosial. Seseorang yang sombong selalu menganggap dan membayangkan orang lain patuh kepadanya, memujinya, merasa lemah, dan sangat membutuhkannya.
Seorang bijak berkata, “Saat paling berbahaya adalah detik-detik kemenangan, karena ia bisa menjelma menjadi awal kematian dan kekalahan jika perasaan sombong mulai menerpa. Virus kesuksesan adalah keyakinan mencapai ujung jalan, padahal jalan kesuksesan dan prestasi mempunyai awal yang tiada berakhir.”
Dalam diri kita terdapat ruang kesombongan bertahta dan bersemayam. Karena itu kita wajib menjaga ruang itu agar tidak semakin luas dan semakin lebar.
Kehidupan ada batasnya meski sepanjang apapun. Begitu juga dengan kesombongan, ia tak ubahnya dari tetesan-tetesan air yang tiada berarti di samudera zaman yang luas ini.
Wahai orang yang sombong dan tertipu, kamu sakiti dirimu dengan sikapmu yang keliru itu. Sesungguhnya waktu berjalan sesuai kecepatan dan arah tujuannya, tanpa menggubris kesombonganmu dan orang selainmu.

BACA SELENGKAPNYA!

Jangan Galau dan Gelisah

Sobat, kita mesti menyadari bahwa kegelisahan tidak hanya mempecundangi kesenangan yang terbayang di hari esok, tetapi kegelisahan juga telah melucuti kegembiraan yang terpatri hari ini. Jika demikian, maka keyakinan atas pertolongan Allah, kepasrahan kepada-Nya, iman atas qadha dan qadar-Nya, serta tetap menjaga perintah-perintah-Nya merupakan obat penawar yang mampu mengusir kegelisahan dan kesedihan yang bersarang di dalam diri seorang muslim, sehingga asa dan tekad kembali terwujud.
Kita semua tahu bahwa kesulitan hidup dan musibah tidak akan pernah luput dari kehidupan kita. Karena itu, apapun yang terjadi dalam diri kita, sepatutnya kita menghadapinya dengan pikiran jernih bukan dengan pikiran gelisah. Perlu sobat ketahui bahwa kegagalan kita dalam mengatasi problematika yang kita hadapi seringkali diakibatkan oleh ketidakseriusan kita memikirkan solusi itu dan kegelisahan yang berlebihan.
Sobat dapat melihat pribadi-pribadi yang terserang penyakit gelisah ini, di mana ia akan menutup pintu untuk mendiskusikan apapun yang tengah terjadi padanya. Ia menyerah tanpa syarat pada kegelisahan dan kecemasan yang menghantuinya. Ia merasakan bahwa kekhawatiran dan ketakutannya akan terjadi, sehingga tiada berguna untuk memikirkannya. Hal seperti ini merupakan kesalahan yang fatal dari seorang yang gelisah.
Kala hati disesaki oleh kesedihan yang melampaui batas karena gagal mewujudkan cita-cita –umpamanya-, berusahalah untuk melepaskan belenggu itu. tanamkan optimisme dalam menatap kehidupan, jalani dengan penuh keyakinan, usir kegelisahan, dan persempit ruang geraknya. Tidak ada kesedihan yang akan abadi di dunia ini, semua hanya bersifat sementara dan tidak bertahan lama. Sebesar apapun bencana yang menimpa, semua itu tidak lebih dari pusaran air yang sedang mendidih di dalam periuk. Ia akan berakhir dan berangsur-angsur kembali seperti semula. Ketahuilah bahwasanya diri kita hanyalah bagian terkecil dari alam ini. Karena itu, jangan terlampau memandang besar bencana yang tengah kita hadapi, sebab sebesar apapun permasalahan yang menimpa –dalam pandangan kita- pasti semuanya dapat terselesaikan. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-BAqarah [2] : 286).

BACA SELENGKAPNYA!