9/30/2007

Ikat Hati Dengan Iman

Setiap peristiwa memiliki bayang-bayang yang melatarinya. Bayang-bayang tersebut kita goreskan sesuai pemahaman kita tentang kehidupan itu sendiri.
Kebanyakan peristiwa, mengandung beberapa penafsiran yang berbeda-beda, bahkan saling kontradiktif. Maka, seyogyanya kita memberikan tafsir yang berlandaskan akidah, prinsip-prinsip, dan norma-norma yang kita yakini, serta tafsir yang dapat meringankan kesulitan-kesulitan hidup dan menenteramkan jiwa.
Mati adalah suatu peristiwa yang tidak dapat dipungkiri. Banyak orang –bahkan mereka yang menderita- memandang kematian adalah akhir dari kehidupan yang dicintai dan menyenangkan. Mereka memandang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi setelah kematian merupakan sesuatu yang menakutkan. Tetapi bagi kita, kematian justru merupakan pintu kenikmatan-kenikmatan yang sangat besar. Sedangkan kehidupan yang sekarang kita jalani justru menjadi penghalang antara kita dan kenikmatan akhirat. Mari kita simak petuah yang pernah disampaikan oleh Abu Bakar As-Shiddiq, “Jangan kamu iri hati kepada orang-orang yang masih hidup, kecuali atas sesuatu yang kamu merasa iri meski mereka sudah mati.”Maksud petuah ini adalah jika Anda iri terhadap seseorang, bayangkan, apakah orang itu masih layak Anda iri setelah dia meninggal dunia? Jika masih layak, maka tidak mengapa Anda iri kepadanya selagi hidupnya. Tetapi, jika orang itu meninggal dunia, sementara tidak ada yang patut Anda iri darinya, maka jangan Anda iri atas hidupnya. Abu Bakar ra. melandaskan petuah ini pada keyakinan yang kuat, bahwasanya dunia dan segala kenikmatan, kesenangan, dan kegembiraannya hanyalah sementara dan pasti akan berakhir. Andai semua orang berpikir seperti ini, tentu tidak ada orang yang iri terhadap orang lain dalam perkara dunia. Tetapi, sungguh sulit dan amat sulit!
Seorang laki-laki yang berusia delapan puluh tahun menulis surat kepada seorang laki-laki yang berusia enam puluh tahun. Setelah ucapan selamat atas umur dan kesehatan, ia berkata, “Kamu sekarang bersiap-siap menapaki hidup pasca enam puluh tahun. Banyak pelajaran dan pengalaman telah kamu dapatkan, yang mampu menuntun hidupmu dan membantu orang lain. Wahai sahabat, saat ini kamu akan mengerti sebagaimana diriku juga telah mengerti bahwasanya fase terpenting dari kehidupan adalah rentang waktu antara enam puluh sampai delapan puluh tahun. Jangan pernah terlintas dipikiranmu, kamu telah mendekati akhir. Ketahuilah, dirimu sekarang justru sedang menapaki permulaan yang baru. Jika ini kamu camkan dalam dirimu, niscaya sikapmu akan berubah secara total. Kamu juga akan menjemput masa depan yang lebih cemerlang.”
Kemudian laki-laki itu menegaskan, “Setiap orang diperkenankan untuk menjalani kehidupan dengan segala kenikmatannya, namun dalam waktu yang sama ia juga harus siap menghadapi segala kesulitannya. Terlepas dari itu semua, kamu harus menyadari, kehidupan adalah pijakan untuk menggapai hal-hal yang lebih mulia dan lebih indah di akhirat kelak.”
Inilah wujud dari sebuah pikiran cemerlang dan kemampuan mengarahkan pengetahuan yang akan menggandakan kekuatan serta ketenteraman hidup kita.

Tidak ada komentar: